Selasa, 27 September 2016

Tentang Mimpi

"Bermimpi dan berada di puncak impian itu indah, tapi keindahan itu ada karena kesusahan yang pernah dilalui dalam mengusahakannya."

Banyak yang berkata setiap orang harus memiliki mimpi spesifik yang dapat mengarahkan hidupnya menuju satu titik lurus. Dari satu titik akhir itu kita tentukan pekerjaan yang harus dilakukan maupun check point yang harus dilalui. Lalu mereka memulainya, menentukan mimpinya 30-50 tahun kedepan Bahkan mencoba membayangkan, saat ia mati akan dikenang sebagai apa.

Sepertinya tidak kurang dari 3 tahun di kampus ini aku masih saja tak selesai merencanakan mimpi hingga sejauh itu. Sering kali ketika hendak memulai memikirkannya, tetiba kepala ku justru pusing, bingung dengan segala kemungkinan indah yang mungkin bisa aku lakukan. Aku merasa meskipun telah di ujung masa studi ku, pilihan garis finish itu masih sangat banyak. Memang hampir semuanya baik, tapi saking banyaknya kemungkinan baik itu justru susah buatku untuk menentukan mana pilihan terbaik yang aku pilih sebagai garis finish.

Lalu waktu pun berlalu, ketika pemikiran itu kembali hadir, aku hanya bisa menghindar dan memilih untuk melupakan sementara. Bukan berarti aku tak punya mimpi, hanya menentukan satu titik akhir ternyata bukan hal yang mudah. Rasanya 20 tahun hidup masih belum genap menunjukkan mana jalan terindah yang Ia takdirkan buatku. Hingga aku tersadar oleh celetuk seorang sahabatku, agus namanya. "Mungkin do'a dengan harapan yang spesifik bukan hal yang baik mas, rasanya hanya Allah yang tahu mana yang terbaik buat kita. Mengusahakan kerja terbaik adalah satu hal yang bisa selalu kita usahakan," ujarnya.

Pikirku kembali berputar, menelisik kata demi kata yang Agus ucapkan malam itu. Mungkin ia benar, jika karya besar itu muncul dari usaha fokus yang maksimal, bukan berarti hasil akhirnya telah diperkirakan oleh yang maestro. 'ada dua cara orang memandang sebuah mimpi dan visi besar : merancang detilnya lalu menurunkannya menjadi check point kecil yang harus dilakukan (top down), atau sekedar melihat, mengamati dan menganalisis keadaan disekitarnya lalu menentukan check point terdekat yang harus ia lalui (bottom up). Tentu kedua hal ini hanya muncul begitu saja, bukan berasal dari studi literatur ilmiah ataupun pengamatan empirik laboratorium. Rasanya keduanya bukan soal memilih mana yang lebih baik, tapi tentang menentukan pendekatan mana yang lebih sesuai dengan diri ini.

Jika aku harus memilih diantara keduanya -tentu jika klasifikasi itu bisa dibenarkan- aku akan memilih yang kedua. Sepertinya menentukan check point 3-5 tahun akan sangat lebih mudah jika dibandingkan dengan membayangkan nisan dan bagaimana orang membicarakanku di pemakaman. Aku berencana untuk mencoba 3 hal setelah aku lulus : apply S2 kontrol atau sensor, S2 MBA, atau melamar pekerjaan. Mana diantara ketiganya yang Allah takdirkan, biarlah kuasa sang Maha Kasih yang menentukan. Lalu jika ditanya, setelah itu apa, baiknya akan aku pikirkan setelah kuasa-Nya telah selesai menunjukkan padaku satu jalan terbaik diantara ketiga hal yang aku rencanakan. Bagian terindahnya adalah aku hanya harus berjuang dan bekerja untuk menjadikan ketiganya mungkin dicapai saat waktunya tiba.

Meski begitu bukan berarti aku tidak punya mimpi jangka panjang. Mimpi sederhanaku , "Allah, aku ingin menjadi Abdurrahman bin Auf bagi umat muslim di masa depan. Dengan jalan apa, akan aku serahkan pada takdir indah-Mu yang selalu mengihasi detik hidupku. Satu hal yang aku pastikan, aku akan selalu memaksimalkan semua usahaku meraih kebaikan-Mu."

Jumat, 19 Agustus 2016

NGGA FOKUS EUY

Belakangan setelah genap 6 semseter kehidupan saya di kampusnya Bapak Sukarno, baru mulai terasa kalau yang namanya kerjaan itu nggak bisa multitasking. Nggak kaya laptop yang bisa download film sambil main game tambah ngopi file kuliah. Jadi kalau ada orang yang bilang, " aku nggak bisa multitasking euy, da aku ma orangnya cuma bisa fokus di satu kerjaan aja, " maka sebenarnya hal ini terjadi di semua orang di muka bumi ini. (ini hasil perenungan aja ya - jangan tanya datanya dari mana). Bisa jadi yang demikian itulah sunnatullah-nya. Emang dari pabriknya sana seperti itu. 
Mungkin ayat ini yang mewakili perkataan Allah kalau manusia itu harus fokus mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya satu per satu. Gambarannya sama kaya shalat, saat shalat perhatian hanya tertuju pada bacaan yang kita baca, tugas kuliah, janjian sama temen, ujian kompre ditinggalkan dulu hingga selesai dengan shalat kita. 

Saya teringat dengan nasihat salah satu pembicara di -kalau tidak salah- diklat terpusat OSKM waktu zaman jadi mentor, "Kita nggak bisa bagi waktu, yang bisa kita lakukan adalah bagi fokus." Perbedaan mendasar antara keduanya adalah tentang konsentrasi, sebanyak apa pikiran yang kita bawa di suatu waktu yang telah kita bagi. Sering kali, banyak orang yang telah membagi waktunya, tapi tidak fokus dalam pekerjaan yang ia telah rencanakan. Misal, ngumpul sama temen-temen sambail pegang HP, belajar sambil buka medsos, atau di kelas pagi mikirin agenda rapat sore harinya. Akibatnya segala yang dilakukan tidak maksimal. Target-target tidak terpenuhi, pekerjaan seadanya mungkin jadi agenda yang biasa terjadi.

Cara termudah untuk memulai membiasakan fokus pada satu urusan adalah Bikin agenda harian. Sederhana maupun detail tidak jadi masalah, sesuaikan saja dengan preferensi pribadi. Agenda yang saya coba buat akhir-akhir ini hanya sesederhana rentang waktu dan jenis kegiatan. Persis seperti bikin rundown kalau mau ada acara-acara. Catatan pentingnya adalah pastikan di setiap range jamnya hanya ada satu pekerjaan, atau mungkin dua sampai tiga jika pekerjaannya terlalu ringan. Range jam pun bisa disesuaikan dengan keinginan masing-masing, beberapa membagi waktunya menjadi jam 7-9, 9-12, 13-15, 15-18, dst. Beberapa yang lain memilih menuliskan setiap jamnya. jam 6-7, 7-8, 8-9, dst. Sangat sederhana dan menarik untuk dicoba.

Orang bijak pernah bilang, "gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan." So, kalau hari-hari kita biarkan saja berjalan tanpa perencanaan, hasilnya selalu tidak jelas perkembangan apa yang terjadi di hari itu. Kalau ada yang bilang, "hari ini go with the flow aja," hati-hati ya... karena menurut teori entropi di pelajaran fisika SMA, "sesuatu yang dibiarkan tanpa perlakuan apapun akan menuju pada katidakteraturan." Kalau mau teratur, silahkan bikin perencanaan dan fokus

Kamis, 28 Juli 2016

Mentor : The Caring Adult

"Dibalik kecemerlangan seseorang, selalu ada orang lain yang berdiri di sekitarnya dan memaksanya untuk menjadi lebih baik setiap harinya. itulah mentor"
- Lintasan Pikiran Mahasiswa Basa -

Beberapa waktu silam, publik sempat digemparkan dengan aksi kudeta militer turki atas Presiden Erdogan. Memang di terhitung sejak 2002, Erdogan telah menghabiskan setidaknya 14 tahun di puncak kekuasaan tempat kekhalifahan terakhir pernah berdiri itu. Meski banyak pihak yang pro-kontra dengan pemerintahannya, secara umum Erdogan terbilang berhasil mengelola negara tersebut. Di ranah ekonomi misalnya, Ia berhasil menaikkan pendapatan per kapita dari 3500 dollar/tahun menjadi 11.000 dollar/tahun. Dibalik sosok inilah terdapat sosok Sang Hoca, Necmetin Erbakan yang tidak lain adalah mentor dari Erdogan. Meski berselisih paham soal sikap politik, bisa dibilang perjuangan Erdogan adalah perpanjangan visi Sang Mentor. Begitu pula dengan Erbakan, gurunya -Said Nursi- juga memperjuangkan hal yang sama. Satu perjuangan turun-temurun inilah yang dihasilkan dari mentoring. Begitulah cara kerjanya, itulah mentor.

Cerita yang sama pun terjadi pada Menteri Penerangan kedua RI, Mohammad Natsir. Kecemerlangannya beradu kata dalam sastra bukan terlahir begitu saja. Ia ditanam, dipupuk, dan disemai dalam ketulusan gurun yang paling berpengaruh baginya : Ahmad Hassan. Ketulusan Ahmad Hassan selalu terlihat dalam pertemuan dengan murid tercintanya. Setiap kali Natsir datang ke rumah Ahmad Hassan, Sang Guru segera meninggalkan apapun yang ia kerjakan demi berdiskusi, bercakap dengan Natsir. Itulah mentor.

Belakangan metode mentoring pun cukup diminati di kalangan mahasiswa. Di ITB sendiri, unit kegiatan maupun himpunan yang memiliki mentor2 sudah terbilang banyak jumlahnya. Termasuk mentor OSKM, kaderisasi awal mahasiswa baru. Beberapa waktu lalu pun UI sempat berencana menggunakan metode serupa di agenda penerimaan mahasiswa barunya. Mahasiswa pada akhirnya merasakan, bahwa penurunan nilai luhur, pembentukan karakter sangat efektif dilakukan dengan mentoring. Sekali lagi, itulah mentor.

Begitulah sistem ini bekerja. Mentor bukan hanya menjadi guru dengan materi-materi yang harus disampaikan, Tapi juga menjadi teladan bagi peserta didiknya. Mungkin mentor lah sarana 'tempat bertanya yang harus ada jawabnya.' Tentu bukan soal mudah menjadi pribadi mentor yang baik, tapi memang seindah itu merasakan nikmatnya membina orang, mengubah bongkahan batu menjadi permata berkilauan.


Rabu, 27 Juli 2016

Refleksi : Sebuah Bayangan yang Jujur Akan Hadir dalam Cermin Ketulusan

Belakangan saya menyadari dalam episode hidup yang dikaruniakan Allah, banyak peluang-peluang yang Ia berikan dan tidak dapat saya maksimalkan. Kata orang karya besar itu muncul "When opportunity meets capability." I hanve many opportunity, but less capability.

"Istirahatnya di surga aja, lid" sederhana bener ungkapannya, tapi nyentuh banget. Sayapun mulai terbangun di tidur malam yang hening, mengurangi waktu bermesra dengan malam. Kembali merefleksikan 20 tahun yg telah dilalui dan memulai merajut kisah menjadi pribadi yang lebih baik.

Mungkin tulisan ini yang akan jadi saksi, ia akan mengatakan "kamu yang bilang hari ini kamu mau berubah." Karena layaknya kebanyakan orang, komitmen sering didengungkan tapi lupa adalah fitrah manusia. Suatu saat nanti aku akan menengok kembali tulisan sederhana ini, dan tertawa kecil karena menyadari perubahan besar itu terjadi setelah seseorang merasa gagal.

Entah kenapa saya cukup ingin menulis komitmen ini. Setelah membaca beberapa buku, berdiskusi, bergaul dengan mereka yang diatas langit. Saya memutuskan untuk melakukan beberapa hal yang mungkin cukup penting ketika seseorang hendak merubah dirinya. Ya, Menjadi Lebih Baik :

Pertama, Tentang Bagi Waktu. Sulit memang tapi "Gagal merencanakan artinya merencanakan kegagalan." bermula dari buka productivemuslim.com, saya mulai dengan membuat -dalam bahasa web tersebut- daily taskinator. Sederhananya semacam rencana agenda esok hari. saya tulis dari 5.00-24.00, karena tidur 5 jam sudah sangat lebih dari cukup. saya mulai menulis di setiap jamnya apa yg harus saya lakukan. Cukup - dan harus dicukupkan- satu kegiatan per jamnya. hasilnya terhitung di hari pertama 6 dari 19 kegitan tiap jam yang direncanakan berhasil, dan di hari berikutnya kebalikannya terjadi, 6 dari 19 rencana kegiatan tidak berhasil. Menarik sepertinya... dan saya berencana melakukannya tiap hari.

Kedua, Habbits. Memulai kebiasaan baik, atau membuang kebiasaan buruk sebenarnya bukan hal baru dalam proses perbaikan diri. Namun, beberapa waktu ini saya menemukan kesalahan fatal yang saya pribadi lakukan. Saya rasa banyak orang melakukan kesalahan yang sama dalam membangun habbits. Pertama, saya memulainya dengan sesuatu yang berat. misal : biasanya tidak rutin tilawah, tetiba ingin membiasakan tilawah 3 juz sehari. Kata Charles Duhig dalam Power of Habbits nya.. "kebiasaan itu akan berakhir ketika semangat berubah sudah padam." Maka mulailah dari kebisaan kecil, seperti kata Aa Gym. Kedua, saya memulainya dengan banyak habbits. Misal : setiap harinya saya ingin tilawah 1 juz, lari 10 menit, renang tiap 2 hari, puasa senin kamis, baca 1 buku /minggu, baca paper, and so on. Semua deretan itu akhirnya berakhir dengan tidak ada satupun yang membudaya.

Ketiga, Target dan Tujuan. Banyak metode, tools, atau buku yang membantu kita dalam menentukan tujuan dan tentunya merealisasikannya. Beberapa orang membuat daftar 100 keinginan lalu ditempel di tembok kamarnya, ada pula yang mengupayakan berbagi mimpi dengan teman-temannya. Tentu setiap orang boleh memilih caranya masing2. Saya sendiri akhirnya meilih untuk membuat rencana jangka pendek banget. Saya beri judul rencana itu "2 bulan peningkatan kapasitas diri" -memang bukan judul yg bagus- Tapi yang terjadi, setelah 1 bulan berlalu. setengah dari yang saya tulispun belum terlaksana. Akhirnya setelah dievaluasi, saya terlalu banyak menulis target. Ditambah dengan hampir semua target itu bukan seuatu yang biasa saya jalani. Maka saya ubah targetnya, dipotong sebagian dan mari kita lihat apa yang akan terjadi.

Pesan untuk pembaca : Saya minta maaf kalau tulisannya kurang enak dibaca - kebiasaan orang jawa, minta maaf sebelum dan sesudah apapun - ini juga bagian dari memulai kebiasaan menulis yg sudah direncanakan dari kapan tau. Jelek atau bagus yang penting nulis.