Tampilkan postingan dengan label islamic. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islamic. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 Maret 2017

Filsuf Kecil : Takdir


"Kamu percaya takdir, nggak? Emang takdir itu apa sih?"

Aku percaya takdir. Dengan kuasa-Nya yang Maha Dahsyat mengatur urusan manusia bukan hal besar bagi-Nya. Ia yang Rahman dan Rahim senantiasa menyiapkan episode hidup yang indah untuk setiap hamba-Nya. Kita hanya harus percaya pada Sang Maha dan mengusahakan yang terbaik untuk hidup dan mati kita.

Kami mengenalnya sebagai lauhum mahfudz, sebuah kitab yang tersimpan rapih di luasnya arsy dengan cerita detail setiap individu manusia di dunia, bahkan akhirat. Dengan kasih-Nya Allah menyisipkan kisah-kisah mengagumkan seluruh insan dalam kitab tersebut. Kelahiran, kematian, cinta kasih, bahkan surga-nerakanya setiap insan tercatat didalamnya.

Lalu dimana kebebasan? Hakku atas pilihan? Tak bisakah aku memilih jalanku sendiri? Apakah manusia hanya sekumpulan robot yang mengikuti perintah? 

Pikirku tentang takdir pun mengembara bebas dengan liarnya...

Bukan kawan. Pilihan tetap ada padamu... Karena bersama takdir indah-Nya, Allah membuat hukum alam dan syariat untuk menuntun manusia menjemput takdirnya. Hukum alam menitah kita pada fenomena umum yang terjadi. Setiap yang berusaha akan berhasil, setiap benda yang jatuh akan ke bawah. Lalu syariat mengenalkan manusia pada jalan kebenaran sesuai aturan Allah. Siapa pun yang sabar menjalankannya disediakan baginya surga sebagai hasil akhir terbaik. Begitupun sebaliknya

Menurutku karena kasih sayang-Nya yang tak terbatas, Ia sembunyikan kenyataan takdir dari manusia. Sehingga dengan ketidak-tahuan manusia, ia hanya bisa mengusahakan yang terbaik untuk hasil akhir dan proses yang baik pula.

Jumat, 03 Februari 2017

[Jendela Buku] Kebangkitan Pos-Islamisme - Ahmad Dzakirin


Segmen khusus rangkuman buku, harapannya bisa bikin orang-orang pengen baca. Di saat yang sama juga memastikan keterserapan buku yang dibaca... insyaallah 50 buku hingga desember! 

Judul    : "Kebangkitan Pos-Islamisme : Analisis Strategi dan Kebijakan AKP Turki Memenangkan                     Pemilu"
Penulis : Ahmad Dzakirin

Nuansa politik yang kental begitu terasa dalam buku ini. Untuk kalian yang tertarik untuk mempelajari strategi yang dilakukan turki dalam membawa negaranya hinnga terpandang di mata dunia, buku ini sangat cocok untuk dipelajari. 

Dzakirin memulai ceritanya dengan menceritakan kondisi turki pasca keruntuhan kesultanan Turki Utsmani. Jumlah penduduk Republik Turki berjumlah 78 juta jiwa dengan hampir 27 persennya berumur dibawah 14 tahun. 99,8 persen penduduknya muslim dan sisanya beragama kristen dan yahudi. Tingkat melek baca di negara itu termasuk tertinggi dibanding negara islam lainnya yaitu hingga 87 persen. 

Turki dan Mustafa Kemal Pasha
Setelah berhasil merobohkan turki utsmani, Mustafa Kemal Pasha menerapkan kebijakan keras dalam memisahkan agama dari negara dan menerapkan warternisasi dalam kehidupanerma bermasyarakat. Bahasa Arab dihapuskan dan diganti dengan bahasa latin, muslimah dilarang berjilbab, ratusan masjid dan madrasah ditutup, Al-quran dan shalat dilarang menggunakan bahasa arab, dan memperkenalkan simbol nasionalisme baru turki yang berpijak pada gagasan Turanisme (Turki Kuno). Dalam menerapkan kebijakannya, Rezim Attarturk melakukan tindakan represif pada masyarakat dan lawan politik yang dianggap antikemajuan. Ribuan orang dieksekusi dan dimasukkan dalam penjara, termasuk di dalamnya tokoh pembaharu islam, Muhammad Nursi dan Ziya Gokalp. Dalam menjalankan negara, Kemal juga menggunakan koalisi antidemokrasi super rahasia berisi dinas intelejen, kepolisian, militer, dan mafia yang dikenal dengan Deep State (Derin Devlat).

Stategi Politik Sang Jendral Jenius
Negara sekuler yang menekan kebebasan beragama sudah barang tentu membuat gerah kelompok muslim mayoritas di turki. Lahirlah gerakan islamis yang tidak dapat dilepaskan dari peran Necmetin Erbakan. Ia meneruskan perjuangan gurunya, Said Nursi, dengan masuk ke ranah politik dengan membuat partai islam. Namun ketika partai bentukan nya mulai berpengaruh dalam pemilu, perjuangannya dicekal oleh kedigdayaan militer turki yang mengklaim dirinya sebagai "penjaga ideologi kemalisme". Perjuangannya sungguh tak mudah, partainya dibubarkan dia dijebloskan ke penjara hingga 5 kali berturut turut. Alasannya sama, gerakan Erbakan dituduh merusak ideologi negara 'kemalisme'. 

Lalu muncullah Erdogan, seorang pemimpin kota yang menjadi magnet turki, Istanbul. Ia lahir dari pemikiran Erbakan, maju sebagai walikota dari Partai Refah milik Sang Hoca - Guru Spiritual. Namun setelah Refah dibubarkan dengan alasan yang tidak berubah, Erdogan mulai berselisih pendapat dengan gurunya. Ia tidak menolak sekulerisme sebagaimana pemimpin partainya. AKP yang ia bentuk bukanlah partai islam seperti Refah. "Partai tidak punya agama," candanya. "AKP bukan partai agama, namun orang beriman merasa nyaman di dalamnya." Dengan menyasar pemilih pragmatis muslim, AKP berhasil memenangkan pemilu berturut-turut di 2001 hingga hari ini. Perang Erdogan dengan militer bukan berakhir, namun lebih menguntungkan dengan posisi nya yang tidak menolak sekulerisme. Hingga sejarah mencatat peristiwa heroik kegagalan kudeta militer yang belum lama terjadi.

Kamis, 08 Desember 2016

Salman dan Impian 40 Tahun Indonesia Beradab


"seorang pemimpin besar ialah yang menjadikan mimpinya dipercaya seolah sebuah realita nyata di kemudian hari"

Dialah Syarif Hidayat, Ketua Yayasan Pengurus Masjid Salman ITB. Dengan perawakannya yang khas ditambah gaya bicara yang menantang, ia terus menerus mengulang mimpinya di depan mahasiswa penghuni gedung kayu tua bersejarah itu. Aku sendiri pun lupa sudah berapa kali mimpi besar itu digaungkan di ruang dengarku. "40 tahun Salman akan membawa Indonesia menjadi negara paling beradab setidaknya nomor tiga di dunia," sebutnya.

Sabtu pagi yang cerah, 3 Desember 2016.
Sekali lagi mimpi itu kembali digaungkan, di depan tunas-tunas yang mulai tumbuh dengan tatapan tajamnya ia berhasil menyihir kami seolah mimpi itu dekat dan bisa diusahakan. Hari itu memang kami sengaja berkumpul untuk menyatukan semangat juang bersama seluruh unit kegiatan mahasiswa Masjid Salman ITB. 

Sama dengan pendahulunya, Hermawan K Dipojono, ia memulainya dengan bercerita tentang korea. Sungguh negara ini dan korea selatan merdeka di tahun yang sama, bulan yang sama. Tepatnya 2 hari setelah korea merdeka Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Ia pun bercerita, di tahun 1965 saking miskinnya korea selatan, ia hanya bisa mengekspor satu barag yang tumbuh di negeri itu 'rambut warganya sendiri. Tapi lihat hari ini, dengan usia yang sama, Korea Selatan berlari kencang meninggalkan Indonesia jauh di belakangnya. Semangat mereka cuma satu,"kalahkan jepang." Identik dengan semangat sederhana pejuang bangsa ini, "Indonesia merdeka!"

Jika dipikir ulang, rasanya kita punya cukup syarat -bahkan berada di batas atas syarat itu sendiri- untuk menjadikan negeri ini sekuat korea selatan, india, bahkan china sekalipun. Sumber daya alam dan manusia Indonesia tidak perlu ditanya lagi akan kualitas dan kuantitasnya. Hanya memang bukan soalan mudah menggerakkan roda peradaban negeri dengan sejuta budaya, sejuta sifat. Tapi bukan tanpa alasan Tuhan menjadikan negeri indah ini begitu kompleks dan penuh tantangan. Sungguh Allah punya rencana, miniatur dunia bernama Indonesia ini telah Ia jadikan sebagai training ground bagi insan di dalamnya untuk kelak memimpin dunia. Bukan tidak bisa, semua ini hanya soal potongan mimpi banyak orang yang belum terangkai menjadi puzzle utuh kemerdekaan sesungguhnya.

40 tahun bukan waktu yang lama, tapi itu cukup untuk menjadikan negara ini setidaknya menempati urutan ketiga untuk negara paling beradab di dunia. Dimulai dari 5 tahun awal Indonesia harus jadi yang terbaik di Asia Tenggara. Salman memulainya dengan membangun jaringan masjid nusantara dan membentuk percontohan ide-ide besar yang bisa diterapkan di masjid2 itu. 

Di tahap awal proses panjang ini memang mimpi itu masih terasa jauh. Tapi semangat yang terpancar di setiap sudut masjid ini seolah menyiratkan optimisme akan mimpi yang segera terwujud. Dan aku bersyukur bisa menjadi sekrup kecil dari seluruh proses panjang nan melelahkan itu. Meski tidak banyak, setidaknya ada cerita yang bisa aku adukan dihadapan-Nya kelak. Selamat Berjuang!