Kamis, 06 Oktober 2016

Aku dan Ayah 2.0

Ayah, aku takut....

Jika kesalahan adalah sebuah tinta hitam, maka setidaknya sudah setengah dari setengah dari tubuh ini tenggelam didalamnya. Jika kegagalanku tercatat dalam catatan perjalanan hidup, mungkin ia akan setebal kitab suci.

Aku tidak pernah berpikir tentang diriku, ayah. Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka. Tapi manusia bukan makhluk yang tak pernah salah. Lalu satu per satu aku justru melukai mereka dengan kesalahan, kegagalan, dan kebodohanku.

Ayah, aku ingin lari.... menjauh sejenak dari kerumunan yang selalu mengingatkanku akan dosa yang tak kunjung kutebus. Rasanya kecelakaan kecil justru jadi hadiah indah untukku yang lelah ini. Sakit itu setidaknya membuatku menghilang untuk sementara waktu. Membuat mereka tak mencariku sementara, tak membuatku merasa bersalah.

Aku tahu ayah, menghindar bukan jalan terbaik. Aku paham betul, jika semuanya tak kuhadapi aku tak akan pernah menyelesaikannya. Pun tidak pula menghapuskan dosaku pada mereka. Tapi.... aku takut ayah...aku takut...

Rabu, 05 Oktober 2016

Aku dan Ayah 1.0

try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail 

Wahai makhluk lemah, aku ingin bicara empat mata denganmu...

Kadang hidup memang sulit. Bukan segalanya yang kamu usahakan akan berjalan sesuai harapan. Bukan pula peluh, keringat, dan air mata bercucuran menjadi jaminan akan keberhasilan. Manusia memang naif nak, ia tak ubahnya pohon yang ingin besar tanpa terpaan angin, atau kapal yang ingin kuat tanpa deburan ombak badai. 

Begitu pula dirimu nak, memang kegagalan itu sakit. Bahkan seringkali orang lain yang kau sakiti. Dan memang benar jumlah mereka yang tersakiti tidak sedikit. Tapi itulah manusia, selalu mengharapkan orang lain sesuai keinginannya. 

Aku tidak hendak membelamu nak. Salah tetap saja salah. Mengakui kesalahan dan minta maaf pun seringkali tidak menghapuskan luka dalam yang pernah kau buat. Karena itulah manusia, makhluk perasa yang selalu ingin diperhatikan...

Itulah kegagalan... setuju atau tidak, terima atau tidak memang begitulah cara dunia ini berputar. Maka tegakkan kepalamu, nak. Semua orang pernah salah, semua maestro punya cerita kegagalannya sendiri. Jika kegagalanmu membuat orang lain tersakiti, cukupkanlah usaha terbaikmu untuk menyambung kembali tali yang pernah terputus. Tapi, selalu ingat ini nak. Bukan jadi tanggung jawabmu jika ia berencana membiarkannya tetap terputus.

Setiap manusia punya garis finish nya masing-masing. Tidak akan ada yang peduli jika engkau pernah jatuh dan tersungkur dalam perjalanan yang kau lalui. Maka, berhentilah melihat orang lain. Lalu berhentilah merisaukan pikiran orang lain tentangmu. 

Setiap orang hidup di jalannya masing-masing, mengejar garis finishnya masing-masing. Maka, sekali lagi tegakkan kepalamu, busungkan dadamu. Kejar impian yang jadi harapan besarmu. Cukuplah dirimu yang kemarin menjadi pembanding semua hal ideal tentang dirimu. Jadikan esok mu menjadi harapan baru tentang diri idealmu.

#lagibaper #maafinane #maafbanget #hmm

Selasa, 27 September 2016

Tentang Mimpi

"Bermimpi dan berada di puncak impian itu indah, tapi keindahan itu ada karena kesusahan yang pernah dilalui dalam mengusahakannya."

Banyak yang berkata setiap orang harus memiliki mimpi spesifik yang dapat mengarahkan hidupnya menuju satu titik lurus. Dari satu titik akhir itu kita tentukan pekerjaan yang harus dilakukan maupun check point yang harus dilalui. Lalu mereka memulainya, menentukan mimpinya 30-50 tahun kedepan Bahkan mencoba membayangkan, saat ia mati akan dikenang sebagai apa.

Sepertinya tidak kurang dari 3 tahun di kampus ini aku masih saja tak selesai merencanakan mimpi hingga sejauh itu. Sering kali ketika hendak memulai memikirkannya, tetiba kepala ku justru pusing, bingung dengan segala kemungkinan indah yang mungkin bisa aku lakukan. Aku merasa meskipun telah di ujung masa studi ku, pilihan garis finish itu masih sangat banyak. Memang hampir semuanya baik, tapi saking banyaknya kemungkinan baik itu justru susah buatku untuk menentukan mana pilihan terbaik yang aku pilih sebagai garis finish.

Lalu waktu pun berlalu, ketika pemikiran itu kembali hadir, aku hanya bisa menghindar dan memilih untuk melupakan sementara. Bukan berarti aku tak punya mimpi, hanya menentukan satu titik akhir ternyata bukan hal yang mudah. Rasanya 20 tahun hidup masih belum genap menunjukkan mana jalan terindah yang Ia takdirkan buatku. Hingga aku tersadar oleh celetuk seorang sahabatku, agus namanya. "Mungkin do'a dengan harapan yang spesifik bukan hal yang baik mas, rasanya hanya Allah yang tahu mana yang terbaik buat kita. Mengusahakan kerja terbaik adalah satu hal yang bisa selalu kita usahakan," ujarnya.

Pikirku kembali berputar, menelisik kata demi kata yang Agus ucapkan malam itu. Mungkin ia benar, jika karya besar itu muncul dari usaha fokus yang maksimal, bukan berarti hasil akhirnya telah diperkirakan oleh yang maestro. 'ada dua cara orang memandang sebuah mimpi dan visi besar : merancang detilnya lalu menurunkannya menjadi check point kecil yang harus dilakukan (top down), atau sekedar melihat, mengamati dan menganalisis keadaan disekitarnya lalu menentukan check point terdekat yang harus ia lalui (bottom up). Tentu kedua hal ini hanya muncul begitu saja, bukan berasal dari studi literatur ilmiah ataupun pengamatan empirik laboratorium. Rasanya keduanya bukan soal memilih mana yang lebih baik, tapi tentang menentukan pendekatan mana yang lebih sesuai dengan diri ini.

Jika aku harus memilih diantara keduanya -tentu jika klasifikasi itu bisa dibenarkan- aku akan memilih yang kedua. Sepertinya menentukan check point 3-5 tahun akan sangat lebih mudah jika dibandingkan dengan membayangkan nisan dan bagaimana orang membicarakanku di pemakaman. Aku berencana untuk mencoba 3 hal setelah aku lulus : apply S2 kontrol atau sensor, S2 MBA, atau melamar pekerjaan. Mana diantara ketiganya yang Allah takdirkan, biarlah kuasa sang Maha Kasih yang menentukan. Lalu jika ditanya, setelah itu apa, baiknya akan aku pikirkan setelah kuasa-Nya telah selesai menunjukkan padaku satu jalan terbaik diantara ketiga hal yang aku rencanakan. Bagian terindahnya adalah aku hanya harus berjuang dan bekerja untuk menjadikan ketiganya mungkin dicapai saat waktunya tiba.

Meski begitu bukan berarti aku tidak punya mimpi jangka panjang. Mimpi sederhanaku , "Allah, aku ingin menjadi Abdurrahman bin Auf bagi umat muslim di masa depan. Dengan jalan apa, akan aku serahkan pada takdir indah-Mu yang selalu mengihasi detik hidupku. Satu hal yang aku pastikan, aku akan selalu memaksimalkan semua usahaku meraih kebaikan-Mu."

Jumat, 19 Agustus 2016

NGGA FOKUS EUY

Belakangan setelah genap 6 semseter kehidupan saya di kampusnya Bapak Sukarno, baru mulai terasa kalau yang namanya kerjaan itu nggak bisa multitasking. Nggak kaya laptop yang bisa download film sambil main game tambah ngopi file kuliah. Jadi kalau ada orang yang bilang, " aku nggak bisa multitasking euy, da aku ma orangnya cuma bisa fokus di satu kerjaan aja, " maka sebenarnya hal ini terjadi di semua orang di muka bumi ini. (ini hasil perenungan aja ya - jangan tanya datanya dari mana). Bisa jadi yang demikian itulah sunnatullah-nya. Emang dari pabriknya sana seperti itu. 
Mungkin ayat ini yang mewakili perkataan Allah kalau manusia itu harus fokus mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya satu per satu. Gambarannya sama kaya shalat, saat shalat perhatian hanya tertuju pada bacaan yang kita baca, tugas kuliah, janjian sama temen, ujian kompre ditinggalkan dulu hingga selesai dengan shalat kita. 

Saya teringat dengan nasihat salah satu pembicara di -kalau tidak salah- diklat terpusat OSKM waktu zaman jadi mentor, "Kita nggak bisa bagi waktu, yang bisa kita lakukan adalah bagi fokus." Perbedaan mendasar antara keduanya adalah tentang konsentrasi, sebanyak apa pikiran yang kita bawa di suatu waktu yang telah kita bagi. Sering kali, banyak orang yang telah membagi waktunya, tapi tidak fokus dalam pekerjaan yang ia telah rencanakan. Misal, ngumpul sama temen-temen sambail pegang HP, belajar sambil buka medsos, atau di kelas pagi mikirin agenda rapat sore harinya. Akibatnya segala yang dilakukan tidak maksimal. Target-target tidak terpenuhi, pekerjaan seadanya mungkin jadi agenda yang biasa terjadi.

Cara termudah untuk memulai membiasakan fokus pada satu urusan adalah Bikin agenda harian. Sederhana maupun detail tidak jadi masalah, sesuaikan saja dengan preferensi pribadi. Agenda yang saya coba buat akhir-akhir ini hanya sesederhana rentang waktu dan jenis kegiatan. Persis seperti bikin rundown kalau mau ada acara-acara. Catatan pentingnya adalah pastikan di setiap range jamnya hanya ada satu pekerjaan, atau mungkin dua sampai tiga jika pekerjaannya terlalu ringan. Range jam pun bisa disesuaikan dengan keinginan masing-masing, beberapa membagi waktunya menjadi jam 7-9, 9-12, 13-15, 15-18, dst. Beberapa yang lain memilih menuliskan setiap jamnya. jam 6-7, 7-8, 8-9, dst. Sangat sederhana dan menarik untuk dicoba.

Orang bijak pernah bilang, "gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan." So, kalau hari-hari kita biarkan saja berjalan tanpa perencanaan, hasilnya selalu tidak jelas perkembangan apa yang terjadi di hari itu. Kalau ada yang bilang, "hari ini go with the flow aja," hati-hati ya... karena menurut teori entropi di pelajaran fisika SMA, "sesuatu yang dibiarkan tanpa perlakuan apapun akan menuju pada katidakteraturan." Kalau mau teratur, silahkan bikin perencanaan dan fokus