Minggu, 22 Juni 2014

Tahun Pertama

Langkah pertamaku di kamppus ini adalah langkah terindah. Langkah yang konyol, bodoh dan serampangan. Tapi bukan berarti tanpa makna. Karena setiap peristiwa punya pesan yang untuk disampaikan. Pesan terindah dari Sang Pencipta untuk hamba tercinta-Nya. Terkadang ia hadir dalam semerbak aroma kebahagiaan, tak jarang pula dalam kesedihan dan putus asa. Tapi tak mengapa. Karena yang terpenting adalah sikap kita. Sikap yang tak kenal lelah untuk belajar. Entah apapun itu yang menghadang kita siap untuk melaluinya. Jika itu gunung, maka itu tak cukup tinggi untuk pembelajar. Jika itu laut, maka laut manapun tidak cukup dalam baginya. Walau sesulit apapun, tak jadi masalah.

Tahun pertamaku aku lalui dalam canda. Tapi terkadang rasa sesal juga menyapa. Lalu kata ‘seandainya’ sering mengapung di kepalaku menggantikan kata ‘kuat dan semangat’. Ya, itulah penyesalan. Penyesalan pertamaku hadir saat aku ‘menolak’ beasiswa kuliah di luar negri dengan tidak hadir tes wawancara. Waktu itu yang terlintas hanyalah, “ya sidahlah kan udah dapet ITB.” Lalu penyesalan itu hadir ketika mereka satu persatu lolos beasiswa tersebut dan berangkat ke luar negri.  Akupun mencari pembenaran. Sayangnya, setiap pembenaran yang muncul hanya akan bertahan paling lama satu minggu. Masalah bertambah, dan hadir penyesalan-penyesalan baru : gak belajar serius, kurang PeDe, setengah-setengah, dan sederet permasalahan lain yang belum terselesaikan.


Lalu di akhir tahun ini aku mendapat jawabnya. Bukan pembenaran yang aku butuhkan untuk membuatku ikhlas menerima setiap takdir yang diberikannya. Tapi sifat percaya. Percaya bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan sesuai kemampuan hambanya. Percaya bahwa skenario-Nya adalah skenario terbaik untukku. Percaya bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Percaya pada Allah.

Jumat, 16 Mei 2014

Saat Kita Saling Percaya

Seminggu yang lalu aku yang lugu terkecoh oleh tipuan picisan abang-abang pinggir jalan. waktu itu, malam hari sekitar jam 9. Setengah hati aku berjalan pulang dari kampus ke asramaku di Sangkuriang. Lalu, didepan pom bensin dago ada abang-abang minta tolong, katanya kehabisan duit gitu. Yaudah deh ak tolongin tuh abang-abang. e...singkat cerita habis aku pinjemin duit, si abang minta tukeran HP. Biar saling percaya gitu. 'Okelah, gk papa' pikirku. Habis sampai asrama aku baru sadar, betapa bodohnya aku tadi, mau-mau aja suruh tuker HP sama orang yang gak jelas asal usulnya. Ya udah deh, nasi telah menjadi bubur -walaupun bubur juga enak- aku ikhlasin aja tuh Hp buat si abang. Semoga aja gak digunain buat yang aneh-aneh.

Jujur aku menyesal setelah kejadian itu, bukan karena Hpku udah gk ada, justru yang kutakutin adalah sesama manusia gak saling percaya lagi. Paling ringan kita jadi pikir-pikir dulu sebelum ngasih orang, atau malah setelah jadi korban gak mau nolong orang sama sekali. Hilang deh kepercayaan sesama kita.

Aku jadi teringat kisah Abu Dzar Al-Ghifari dan seorang pembunuh yang siap dihukum mati.

Seorang pembunuh terlihat pasrah menyongsong hukuman mati yang akan menimpanya. Sebelum eksekusi, sang hakim bertanya kepada si terdakwa,
“Apakah permintaan terakhirmu?”
“Bila mungkin, aku mohon diijinkan pulang ke kampung selama 3 hari,” jawabnya dengan kepala tertunduk.
“Aku ingin pamit dan menyelesaikan amanah dan hutang yang aku pikul dengan beberapa orang,” lanjutnya.
Mendengar itu, sang hakim menarik nafas panjang dan berkata,
“Permintaanmu bisa kukabulkan, asal ada seseorang yang menjaminkan diri untukmu. Bila engkau tidak kembali, maka diri penjaminlah yang dihukum mati.”
Suasana menjadi sepi. Massa yang berkumpul di lapangan terdiam. Tidak ada seorang pun yang berani mengambil resiko tersebut.
Di tengah kebisuan, tiba-tiba maju seorang sahabat Nabi yang sangat terkenal. Ia adalah salah seorang sahabat yang dijamin masuk syurga. Abu Dzar Al-Ghifari. Ia rela menjadi penjamin si pembunuh.
Tiga hari telah berlalu. Batas akhireksekusi tinggal menunggu menit. Banyak khalayak mulai gelisah, bahkan menangis. Sebab Abu Dzar akan dieksekusi menggantikan si pembunuh.
Di tengah-tengah kekuatiran dan kesedihan tersebut, nampaklah sipembunuh dengan susah payah berlari-lari menuju tempat eksekusi.
“Maaf, aku terlambat, karena ada sedikit halangan halangan di jalan,” terangnya dengan nafas masih tersengal-sengal.
Mendengar itu, sang hakim sangat heran dan bertanya,
“Wahai terdakwa, mengapa engkau mau kembali lagi memenuhi hukumanmu?
Bukankah engkau dapat saja melarikan diri?”
“Pak Hakim, bisa saja saya melarikan diri dari hukuman ini. Namun bagaimana saya hendak lari dari hukuman Allah .” jawabnya dengan tegas.
“Yang tidak kalah pentingnya Pak Hakim, ini soal harga diri Islam dan seorang muslim. Saya tidak mau ada catatan sejarah bahwa pernah ada seorang muslim yang lari dari tanggungjawab serta mengkhianati kepercayaan orang yang telah menolongnya ,”
pungkas si pembunuh.
Belum hilang takjub sang hakim mendengar jawaban tersebut, terdengar suara dari perwakilan keluarga korban.
“Pak Hakim, tolong bebaskan si terdakwa ini. Kami telah memaafkannya,” pintamereka.
“Pak Hakim, ini soal harga diri Islam dan seorang muslim. Kami tidak ingin tercatat dalam sejarah, ada seorang muslim yang tidak memaafkan kesalahan saudaranya yang Muslim . Apalagi, dia membunuh bukan karena disengaja,” lanjut mereka.
Sang Hakim diam seribu bahasa diliputi rasa heran sekaligus haru. Ia pun kemudian memerintahkan untuk membebaskan si pembunuh. Namun sebelum sidang dibubarkan, sang hakim sempat bertanya kepada Abu Dzar.
“Wahai Abu Dzar, tolong jelaskan mengapa engkau berani mengorbankan diri untuk menjamin pembunuh ini?
Bukankah dia bukan keluargamu? Bahkan, dia tidak engkau kenal sama sekali?”
Dengan enggan Abu Dzar menjawab, “Pak hakim, ini soal harga diri Islam dan seorang Muslim. Aku tidak ingin ada catatan dalam sejarah, bahwa pernah suatu saat ada kejadian seorang muslim tidak mau menolong saudaranya yang sedang butuh pertolongan .”
Allahu Akbar..!!

https://www.facebook.com/FanpageDakwahIslam/posts/242275635871867 

Saat kita saling percaya, tak ada karang yang mampu mengahadang
Saat kita saling percaya, bukan hanya senyum yang terkembang, tapi canda dan kasih mesra
Saat kita saling percaya, padang mahsyar tak lagi terik oleh surya sejengkal
Saat kita saling percaya, saat itulah ridho Allah menyapa

Jumat, 07 Maret 2014

ISLAMIC SUPER STATE

Menurut riset kependudukan yang terstandar global, kebutuhan jumlah kelahiran rata-rata yang dibutuhkan dalam rentang waktu 25 tahun adalah 2,11 anak per keluarga. artinya jika tingkat kelahiran kurang dari 2,0 maka kebudayaan & peradaban disana akan mati. Faktanya, mari kita lihat tingkat kelahiran di Eropa. Prancis 1.8, Inggris 1.6, Yunani dan Jerman 1.3, Italia1.2, Spanyol 1.1.Tapi, saat ini statistik penduduk di Eropa meningkat secara signifikan, bukan dari angka kelahiran melainkan dari gerakan imigrasi arus bawah yang dilakukan umat islam yang berasal dari Afrika Utara. Jika di Prancis rata-rata kelahiran ada 1.8 anak per keluarga non-muslim, maka keluarga muslim memiliki 8.1 anak per keluarga.Sekarang di Prancis bangunan masjid menjamur menyaingi gereja dan sebanyak 30% anak di bawah 20 tahun merupakan muslim. Di kota yang lebih besar seperti marseille, bahkan Paris jumlahnya naik hingga 45%. Sehingga, diprediksi pada tahun 2027, 1 dari 5 orang Prancis adalah muslim, dan dalam 39 tahun ke depan Prancis akan menjadi republik islam terbesar di Eropa Barat. Hal yang sama terjadi di Inggris, Belanda, Rusia. Bahkan pemerintah Belgia menyatakan 1/3 dari anak yang lahir di Eropa adalah muslim hanya dalam 1 dekade ke depan.

Pemimpin Libya, Muammar Qadafi menyatakan, “Allah telah memberikan tanda kebangkitan islam di Eropa tanpa pedang, tanpa senjata apapun dan tanpa penaklukan. Saat ini lebih dari 52 juta muslim Eropa akan membalikkan angka populasi yang bertahan di sana selama berabad-abad dan dikuasai umat kristen, dan menjadikan seluruh daratan Eropa menjadi kawasan super islam atau IslamicSuper State.” allah telah memberikan bukti yang nyata tentang kebangkitan muslim di Eropa dan Amerika, serta penyatupaduan gerakan islam dalam konferansi khalifah.


Namun, sudah barang tentu yahudi laknatullah tidak akan tinggal diam. BANGUNLAH, bangun dan buka mata kamu, karena jika kamu, tertidur kamu tidak akan melihat apa-apa.

Menapaki Sejarah Bangsa

Merupakan hal yang sulit bagi Indonesia sebagai negri sejuta umat untuk bisa bersatu hingga seperti sekarang. Agaknya kita perlu belajar bagaimana nenek moyang kita bisa melakukan hal sedahsyat ini. bayangin kalo ada lebih dari 50 aja kelompok dengan pemahaman dan pola pikir yang 100 % beda di satu wilayah yang sama, gimana mereka bisa bersatu? nah, uniknya Indonesia bisa melakukannya
.
“BERSATU DALAM PERBEDAAN” adalah satu hal yang dipegang oleh negri inisebagai landasan hidup bersama. Di saat negara lain memulai kehidupan berbangsanya dengan menjajah, berperang, dan menghancurkan kaum minoritas, indonesia justru menjaga perbedaan yang ada. pertanyaannya adalah bagaimana?

indonesia awalnya hanyalah kepulauan yang didalamnya banyak kerajaan-kerajaan dengan batas wilayah tertentu, adakah peperangan? tentu. hingga Islam hadir ke indonesia melalui peran pedagang-pedagang timur tengah. Islam memang tidak memilki organisasi khusus dakwah. namun karena ajaran islam mengajarkan untuk menyampaikan ajaran islam walau satu ayat, islam dengan cepat meyebar ke pelosok nusantara.Apa hubungannya? dalam islam diajarkan untuk bersatu dansaling menghargai, jangankan perbedaan suku pebedaan agama pun tetap dihargai dalam islam.

Tahun 1907 SDI (Sarekat Dagang Islam) dibentuk, ini merupakan titik awal bekembangnya nasionalisme di indonesia. meskipun merupakan organisasi dagang, peran SDI tidak dapat dianggap remeh. Kenapa? karena :

1. Bahasa yang digunakan dan disepakati sebagai bahasa nasional dalam sumpah pemuda adalah bahasa yang digunakan oleh SDI sebagai bahasa pasar, sehingga familiar di telinga orang.

2. SDI merupakan organisasi yang mengenalkan kata nasionalisme. saat itu Budi Utomo justru menbahas masalah-masalah kedaerahan (jawa) dan tidak berpikir tentang kepentingan nasional. dari sini kita bisa tau sebenarnya nasionalisme bersumber dari Islam, maka aneh jika nasionalisme dipisahkan dengan agama, terutama agama islam.

3. SDI merupakan organisasi yang menentang penjajah, disaat Budi Utomo justru mengajak rakyat untuk patuh pada penjajah karena dengan kepatuhan rakyat akan menguntungkan pihak Budi Utomo yang rata-rata adalah orang-orang keraton.

4. Jika dibandingkan Budi Utomo jumlah aktivis dan anggota SDI jauh lebih banyak dan meliputipengusaha kaya hingga rakyat-rakyat pedesaan.

nah, dari sini seharusnya kita mulai sadar jika kita ingin mengubah persepsi dunia tentang indonesia, kita harus mulai dari memperbaiki agama kita. tidak peduli agama kita adalah islam, kristen, katholik, hindu budha, dll. karena pada dasarnya setiap agama membawa nilai budaya positif dalam ajarannya. meskipun nilai itu berbeda bagi tiap-tiap agama. Lalu barulah saatnya kita perbaiki kondisi 

perekonomian seperti yang dilakukan sarekat dagang islam, karena jika kita merdeka secara finansial maka kita juga kan merdeka secara pikiran. artinya kita sendiri yang menentukan kemanakaki kita berjalan, tanpa intervensi asing, tanpa utang luar negri, atau apapun itu. INDONESIA adalah NEGARA HEBAT.

Sumber : Pelajaran Sejarah Ust Rosnendya Yudha Wiguna, SMAIT Nur Hidayah