Kamis, 09 November 2017

Memimpin : Tentang Mencari Titik Tengah

Meski telah akrab bergaul dengan dunia kepemimpinan, rasanya tetap saja harus ada waktu yang mengingatkan kembali tentang hakikat dibalik semuanya. Banyak yang bilang memimpin berarti berkorban untuk orang lain. Tapi, jika semua tentang pengorbanan, kapan saat yang tepat untuk memikirkan diri sendiri. Mimpi yang ingin diraih, tujuan hidup, dan bahkan keluarga yang akan dibina. Persis seperti inilah dilema kepemimpinan yang pernah terpikir olehku, tepatnya ketika masih menjadi Kepala GAMAIS tahun lalu.

Sabtu lalu, aku bertemu sesosok pemimpin muda yang menjadi salah satu role model buatku. Kesederhanaan bertindak, kesantunan, serta senyum yang menjadi default raut wajah beliau merupakan ciri khas pribadi satu ini. Garry namanya, kakak tingkat berjarak 2 tahun diatasku. Mantan presiden KM yang meskipun banyak yang mengkritik, bagiku masih terbilang sukses. Hari itu beliau mengutip sebuah catatan yang menarik tentang kepemimpinan, 

"Memimpin itu bukan semata-mata tentang pengorbanan. tapi tentang menemukan titik tengah : mimpi diri sendiri yang menjadi cita-cita besar hidup dan manfaat untuk orang lain."

Audiens hari itu -anak tingkat 1 yang tidak benar-benar melihat keberjalanan KM ITB pada kepengurusan ka garry- tersenyum sembari bertepuk tangan riang. Aku yang kebetulan memegang laptop di depan mereka (baca : operator) justru tertegun singkat. Aku yang mengikuti keberjalanan kepengurusan ka garry tahu betul darimana kalimat itu berasal. Beliau sempat salah menentukan titik tengah, terlalu banyak berkorban untuk orang lain dan bahkan sedikit melupakan dirinya. Betul saja, beliau mengakatan hal tersebut tepat setelah lintasan pikiran itu hinggap dikepaku. "Bahkan saya bingung apa yang harus saya lakukan, apa yang sebenarnya saya kejar?" begitu tambahnya pada audiens. "Titik tengah lah jawabannya. tetap bermanfaat untuk orang lain, memimpin meraka dalam organisasi / apapun, namun sambil menyusun portofolio hidup kedepan yang lebih matang mencapai mimpi yang diidamkan," tutupnya.

Setidaknya itulah makna titik tengah yang aku jalankan selama menjadi mahasiswa. Sayangnya, selepas itu, semenjak si gajah tidak lagi di dada, lengan, atau tersablon di jaket kekinian dan berpindah ke selembar kertas dengan tanda tangan Pak Rektor -Singkatnya Lulus-, makna titik tengah kembali bergeser. Bagiku kini titik tengah adalah menjadikan mimpi terbesarmu memiliki sebesar-besarnya manfaat untuk orang lain.

Sekian. Selamat bermimpi!

Selasa, 09 Mei 2017

Cermin Diri

imagr source http://www.lakedistrict.gov.uk/visiting/placestogo/aroundnorthernlakes/hd_loweswater-jul.jpg

Sejenak setelah Narciscus - manusia nan elok yang mencintai dirinya sendiri - tenggelam ke dalam danau, air danau itu berubah menjadi asin. Ya, danau menangisi kepergian Narciscus, ia terbilang sering menemani danau dalam kesendiriannya. Kesehariannya menatap ke permukaan danau dan mengagumi banyangan dirinya yang terpantul elok oleh tenangnya kesunyian danau. 

Mendengar berita ini Dewi Hutan bergegas menemui Sang Danau. ''Setiap hari aku melihat anak itu berkeliaran di hutan, namun langkah nya yang cepat membuatku tidak sempat memperhatikan keelokan rupanya dari jauh. Aku yakin engkau yang melihat rupanya dari dekat memahami keindahannya dan bersedih kehilangan dirinya. Tapi aku penasaran, apakah ia seelok itu'' dengan rasa ingin tahunya Dewi Hutan bertanya pada Sang Danau. Perlahan Sang Danau menjawab''Entahlah, aku tidak pernah benar-benar memerhatikan elok rupanya. Aku hanya bersedih tidak lagi dapat melihat bayangan keindahan diriku dari pantulan matanya.''

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah kisah pembuka di novel ''The Alchemist'' karya Paulo Coelho

Sungguh, seringkali hanya cermin diri yang kita perlukan. 
Karena dengannya manusia mampu melihat dan mengamati 
Hasil perjalanan hidupnya 
Beserta noda hitam yang menyertainya.
Selamat bercermin.

Kamis, 30 Maret 2017

Filsuf Kecil : Takdir


"Kamu percaya takdir, nggak? Emang takdir itu apa sih?"

Aku percaya takdir. Dengan kuasa-Nya yang Maha Dahsyat mengatur urusan manusia bukan hal besar bagi-Nya. Ia yang Rahman dan Rahim senantiasa menyiapkan episode hidup yang indah untuk setiap hamba-Nya. Kita hanya harus percaya pada Sang Maha dan mengusahakan yang terbaik untuk hidup dan mati kita.

Kami mengenalnya sebagai lauhum mahfudz, sebuah kitab yang tersimpan rapih di luasnya arsy dengan cerita detail setiap individu manusia di dunia, bahkan akhirat. Dengan kasih-Nya Allah menyisipkan kisah-kisah mengagumkan seluruh insan dalam kitab tersebut. Kelahiran, kematian, cinta kasih, bahkan surga-nerakanya setiap insan tercatat didalamnya.

Lalu dimana kebebasan? Hakku atas pilihan? Tak bisakah aku memilih jalanku sendiri? Apakah manusia hanya sekumpulan robot yang mengikuti perintah? 

Pikirku tentang takdir pun mengembara bebas dengan liarnya...

Bukan kawan. Pilihan tetap ada padamu... Karena bersama takdir indah-Nya, Allah membuat hukum alam dan syariat untuk menuntun manusia menjemput takdirnya. Hukum alam menitah kita pada fenomena umum yang terjadi. Setiap yang berusaha akan berhasil, setiap benda yang jatuh akan ke bawah. Lalu syariat mengenalkan manusia pada jalan kebenaran sesuai aturan Allah. Siapa pun yang sabar menjalankannya disediakan baginya surga sebagai hasil akhir terbaik. Begitupun sebaliknya

Menurutku karena kasih sayang-Nya yang tak terbatas, Ia sembunyikan kenyataan takdir dari manusia. Sehingga dengan ketidak-tahuan manusia, ia hanya bisa mengusahakan yang terbaik untuk hasil akhir dan proses yang baik pula.

Sabtu, 11 Maret 2017

Lelaki Tenggelam 1.0

“Apakah kamu baik saja kawan?” seorang ikal hitam membangunkanku dari lamunan. Ahmad namanya, sahabat baikku yang sejak tadi tanpa sadar memerhatikan tingkah anehku sore ini. “Entahlah,” jawabku singkat. Ya, rasanya ada yang aneh denganku.

Namaku Iman, seorang sarjana biologi di institut terbaik negeri ini. Bukan hiperbolik, hanya saja begitulah orang-orang menyebutnya. Aku berhasil menyelesaikan kuliahku dengan waktu yang maksimal, tepatnya 7 menit sebelum DO. Ya begitulah kampusku, masuknya susah, keluarnya pun lebih susah. Hari ini aku bekerja di SMA semi militer nusantara sebagai guru biologi. Meski lulus dengan predikat 'alhamdulillah', aku tetap menyukai Biologi menjadi bagian dari denyut nadiku.

"Pak guru..., bapak kayanya lebih cocok jadi guru BK deh, ketimbang guru biologi" celetuk Zahra, murid kelas 10 di sekolah tempatku bekerja. "hmm... gimana ya..," jawabku sambil lalu. Pasalnya ini bukan kali pertama muridku mengatakan hal itu. Memang disamping mengajar biologi aku senang mendengar murid-muridku bercerita banyak tentang hidup mereka. Keluarganya, kebimbangan mereka, kebingungan mau masuk jurusan mana, bahkan soal 'cinta monyet' yang membuat mereka sedu sedan. Pernah suatu saat seorang murid menangis mendatangiku di satu sore sepulang sekolah. Aku benar-benar tak mengerti apa yang terjadi, hanya dengan mendengar suara tangisnya aku langsung tahu apa masalahnya. Ia hanya butuh dikuatkan pikirku. Ya begitulah, aku paling suka mendengar keluh kesah mereka, lalu membesarkan hati mereka dengan alasan yang sebenarnya mereka sudah tahu. Sejak saat itu aku mulai memikirkan masa depanku, kemana harusnya langkahku menuju. "Guru BK..." lirihku singkat. 

Sore itu tekadku telah bulat dan kuat. Guru BK atau tidak sama sekali. Dengan mantap kederapkan langkah kakiku menuju ruangan kepala sekolah. Aku pun menunggu di depan ruang sederhana bergaya lama itu. "Ada apa Iman, apa yang bisa saya bantu," sambutnya hangat. Bersama dengan senyumnya yang tulus, aku agak kikuk untuk memulai pembicaraan. "Jadi gini pak... Saya sudah bekerja di sekolah ini tiga tahun," meski sulit aku memmberanikan diri memulai pembicaraan. "Selama tiga tahun kebelakang, saya banyak berpikir tentang masa depan saya. Banyak komentar-komentar yang mulai membuat saya berpikir ulang. Apakah saya telah berjalan di jalur yang benar? Apakah kehidupan yang kini saya jalani benar-benar saya inginkan..." aku mencoba memberi jeda. "Ya Iman... kamu guru yang baik ko, anak-anak menyukaimu dan pelajaran biologi yang kamu bawakan... apa yang kamu risaukan sahabatku?" ia justru balik bertanya, hal itu membuatku bertambah gugup. 'tidak, jangan gugup Iman, tekad kita sudah bulat' ucapku pada diri sendiri. Setelah sekali ambil nafas panjang aku mencoba mengakhiri smua pembicaraan ini, "Saya pikir, saya lebih cocok jadi guru Bimbingan Konseling pak, daripada biologi,". "Bimbingan Konseling? kamu yakin man... kamu guru biologi terbaik di sekolah ini. Lebih lagi seorang guru BK harus berijazah psikologi.." tambahnya. Aku tidak tinggal diam, dengan tekadku yang telah bulat aku melanjutkan pembicaraan, "ya pak..., tekad saya telah bulat, Guru BK atau tidak sama sekali." "Saya sungguh minta maaf Iman sahabatku, sekolah ini mensyaratkan kualifikasi yang tinggi untuk setiap guru-gurunya. Tidak ada guru BK tanpa ijazah psikologi. Begitu pula kamu, bahkan kita tidak menerima guru biologi jika ia lulusan dari universitas yang tidak ternama..." lanjutnya. "Baiklah pak, saya mengundurkan diri dari sekolah ini. Segala urusan administrasi akan saya urus sesegera mungkin," jawabku tegas. "Loh... kok gitu, jangan buru-buru dulu man. setidaknya tunggu hingga semester ini berakhir, Saya akan sangat menghormati segala keputusan yang kamu buat. Tapi setidaknya penuhi permintaan terakhir saya," kebijaksanaan tergambar sempurna di wajahnya, bersama dengan senyumnya yang terlihat sedikit dipaksakan. "Baiklah pak, terimakasih atas kebijaksanaan bapak. Saya akan penuhi permintaan tersebut," rasanya mengalah adalah jalan yang tepat saat ini.

Aku sudah memulai satu perjalanan yang baru... sebuah turn over, aku tak pernah tahu kemana keputusan ini akan bermuara. "Bagaimanapun setiap saat keputusan tetap harus dibuat, Bismillah." batinku kembali menguatkan pilihan besar yang ternyata di masa depan membuat hidupku kian berubah....*


                                    

*ada lanjutannya kok...

Kamis, 02 Maret 2017

Untuk Engkau yang Teramat Dekat


Untuk engkau yang teramat dekat...
Entah kenapa beberapa hari kebelakang aku kembali mengingat engkau...
Membayangkan engkau hadir dan menyapaku saat kesibukan menyertai hari-hari indahku


Seorang gadis yang ku kenal mengingatkanku pada engkau. Ya, aku akan sedikit bercerita tentangnya malam ini...

Empat hari yang lalu, ia masih gadis yang sama yang dulu aku kenal. Terbayang lekat di pikirku senyumannya dan perilaku kesehariannya yang menyenangkan. Ia gadis yang aktif, banyak berorganisasi bahkan menjadi atlet unggulan komunitasnya hingga sekarang. Masih tersimpan di memoriku saat melihatnya bermain di kejuaraan futsal antar fakultas sewaktu belum genap setahun usiaku di kampus ini. Sejujurnya aku tidak mengenalnya sedekat itu, hanya saja ia mengingatkanku pada engkau.

Rabu, hari pertama bulan Maret...
Selepas shalat dhuhur, dengan raut muka yang tak aku pahami, seorang sahabat menghampiriku. Raut wajah itu seperti hendak bercerita sesuatu padaku. "Lid, minta do'anya, salah satu temen ktia lagi kritis kondisinya. Sejak dua hari lalu, dia masuk ke borromeus.." ucapnya. "Dua hari lalu selesai ngisi agenda sharing sama adek kelas, dia ngeluh pusing katanya. Setelah itu tiba-tiba kakinya lemah dan dia jatuh ke lantai. Waktu diliat, badannya kaya kejang dan kaku. Kaya ada yang mau dia omongin tapi gk bisa bersuara dan dia cuma nangis," lanjutnya. Pikiran liarku masih belum percaya, dalam benakku dia bukan orang yang punya penyakit khusus. Bahkan, jika dibandingkan denganku - dengan seluruh olahraga rutinnya - seharusnya ia jauh lebih sehat daripada aku. Apalagi ia atlet basket yang cukup disegani di kampusku. Apa ini benar?

Singkat cerita, setelah isya' kami pun mengadakan do'a bersama untuk kesembuhannya. Pasalnya sejak siang tadi, seluruh alat bantu yang ia pakai harus dilepas untuk keperluan CT Scan. Dokter perlu menunggu beberapa jam untuk memastikan kondisi pasien cukup baik tanpa alat bantu medis. Semua tergantung dia dan keinginan kuatnya untuk tetap hidup.

Hari pun berganti, dengan harapan besar dikabulkannya doa kami semalam aku menjalani hari seperti biasa. Masuk kuliah dengan keridhoan penuh mendengarkan apapun yang bapak dosen katakan. Masih dengan kepolosan yang sama, kabar terbaru sampai di telingaku. Pukul 12.15 takdir dunia bicara lain,  engkau yang teramat dekat telah datang menemuinya siang itu. Sungguh semua hal di dunia ini milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya lah semua dikembalikan.


Siang itu takdir-Nya yang indah menampar wajahku cukup keras. Ia mengingatkanku bahwa memang engkau teramat dekat.




Suatu hari, Al-Ghazali sedang berkumpul bersama murid-muridnya. "Apa yang paling dekat dengan kita di dunia ini?" ucapnya. Muridnya menimpali dengan jawaban yang beragam : ibu, ayah, saudara, rumah, sandal. Lalu Sang Imam menjawabnya dengan lirih, "Semua jawaban itu benar, tapi yang paling dekat dengan kita adalah Mati." Sungguh, janji Allah nyata adanya... Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Wallahualam...

Image Source : https://yonasongoldson.files.wordpress.com/2016/07/near-death-experience.jpg

Sabtu, 18 Februari 2017

Kebebasan (tak) Bertanggung Jawab


Alkisah manusia bumi menemukan penemuan yang tanpa disangka telah mengubah pola hidup mereka sendiri. Bermula dari kebutuhan komunikasi jarak jauh untuk keperluan militer, ARPA menemukan ARPANet. Militer Amerika hari itu, dengan cakupan operasi yang luas memang menjadikan ARPANet sebagai alat bantu militer yang sangat efektif. Singkat cerita, 10 tahun kemudian ARPANet – yang kita kenal hari ini dengan internet – secara luas digunakan. Bukan lagi terbatas pada urusan militer, mulai saat itu internet digunakan oleh manusia untuk sarana komukasi jarak jauh.

Cerita ini pun berlanjut, di belahan bumi lainnya. Indonesia di bawah kepemimpinan ‘tangan besi’ Orde Baru, mulai geram dengan pemberitaan-pemberitaan media yang perlahan mengusik kursi kepemimpinannya. Demi ‘stabilitas negara’, akhirnya banyak media-media ditutup. Atas alasan yang sama pun orang-orang yang dicurigai mengganggu ‘stabilitas negara’ diculik dan hilang tanpa jejak. Itu adalah hari dimana kebebasan telah mati...

Tahun berganti, kebebasan yang ditekan bak mesin press dibuka pintunya selebar-lebarnya. Media pun mengganas, layaknya seekor macan keluar dari kandang. Mereka yang tidak bertanggung jawab mulai menyebarkan berita ‘pesanan’ yang sengaja menyesatkan publik. Banyak alasannya, paling dominan karena urusan politik. ‘Stabilitas negara’ era orde baru telah runtuh, berganti dengan Kebebasan yang kebablasan. Untuk mencegahnya dibuatlah Dewan Pers, sebuah organisasi profesi pers yang memastikan setiap insan pers menjaga etikanya dalam bermedia. Agar hilang dari negeri ini informasi sesat yang membutakan mata publik. Meski orang bilang masih belum efisien, setidaknya media-media ‘nakal’ bisa dikekang dan bahkan dibubarkan.

Tahun 2017. Kepemimpinan berganti, Indonesia yang mulai mengenal teknologi komunikasi perlahan mengubah pola interaksi antar manusianya. Rakyat hari ini tidak lagi suka memesan koran. Omset penjualan surat kabar mulai menurun secara peralahan. Mereka mulai beralih pada media elektronik yang lebih cepat dan gratis. Masalah baru akhirnya muncul. Kebebasan tidak lagi dapat dibendung. Di dunia maya, hukum dunia nyata tidak berlaku. Situs-situs bermuatan negatif susah dikendalikan terlebih jika disandingkan dengan jimat ‘Hak Asasi Manusia’. Berita-berita palsu –HOAX – beredar seperti semak belukar di pinggir lapangan. Pemerintah kebingungan...

“Pak kalau ada media online atau akun media sosial yang menyebarkan berita bohong gimana pak? Apakah tidak ada hukuman yang diterima si pelaku?” tanya seorang mahasiswa pada Budiono –Direktur Majalah GATRA. “Ya... itulah masalah yang kini di hadapi Amerika. Kalau berita itu disebarkan lewat koran atau majalah, gampang. Tutup saja lokasi penerbitnya. Tapi kalau web, satu diblokir muncul seribu lainnya. Apalagi medsos, atas dasar Hak Asasi Manusia semua orang menjadi kebal dipersalahkan. Belum lagi Amerika sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM, jelas tidak berkutik ketika HAM dijadikan benteng pelindung akun mereka. Mereka hari ini bingung, apa yang harus ia lakukan...”jawabnya. “Pada akhirnya yang menjadi filter bagi media online adalah etika  dalam dirinya. Jika ia tidak memiliki etika maka selesai sudah. “ Lalu kelas berakhir...

Ngomongin apa sih...,,, intinya mah.


“Internet itu ujian kemerdekaan. Semua orang bebas meliat dan mengirim apapun. Semuanya hanya bertanggung jawab atas diri dan Tuhannya atas apa yang terlihat dan terucap di dunia maya. Ati-ati aja....”

Selasa, 14 Februari 2017

Jika Aku Jakarta

(30)Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (31)Dan telah diajarkanNya kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia kemukakan semua kepada Malaikat, lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepadaKu nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar. (32)Mereka menjawab: Maha Suci Engkau ! Tidak ada penge­tahuanbagi kami. kecuali yang Engkau ajarkan kepada Kami. Karena sesungguhnya Engkau­lah Yang Maha Tahu, lagi Maha Bijaksana.
-Al-Baqarah : 30-32-

Pilkada jakarta sebentar lagi... meski hanya jadi pengamat, rasanya menarik mengikuti liku-liku pertarungan politik di ibukota. Ya, memilih pemimpin memang selalu jadi satu peristiwa yang mengundang perhatian. Warga jakarta sedang diuji...

Jumat lalu seorang staff ahli Gubernur DKI datang ke kelasku. Kapita Selekta Teknik Fisika, 3 Februari 2017. Ismail Al Anshori namanya, sepanjang kuliah ia tidak berhenti bercerita seluruh pengalamannya menjadi staff ahli. mulai dari berdebat dengan orang, memotong anggaran, dan masih banyak lagi. Di akhir, secara objektif saya mengakui Sang Gubernur bukan orang yang buruk dalam memimpin. Meski banyak catatan etika yang menjadi rapor merah kepemimpinan beliau. 

Lalu di kesempatan lain aku pun banyak terpapar dengan argumen lain, yang bagaimanapun benar adanya. Ini tentang Al-Maidah : 51-53. Sederhananya, mau sebaik apapun, kalau kita muslim ya pilih yang muslim. Seorang kawan yang rajin sekali kajian menambahkan, "bahkan jika si muslim korup dan tidak baik dalam memimpin, tetap pilih muslim." Apalagi kalau pemimpin muslimnya baik. Jika pun ada yang lebih baik namun bukan muslim, ya tetap pilih yang muslim. 

Ya begitulah kepercayaan.Jika kita telah memilih sebuah agama, maka mengikuti perintah agama adalah konsekuensi logis yang harus dilakukan. Bahkan sekalipun seluruh manusia di muka bumi menganggap itu tidak logis. Nabi Ibrahim pernah mencontohkan, atas perintah Allah, bahkan menyembelih seorang anak kesayangan pun tetap dilakukan. Namun, Allah dengan kemurahan hatinya tetap membesarkan hati Ibrahim dengan mengganti sang anak dengan binatang. Sederhananya, percaya aja... sesuatu yang diatur Allah pastilah yang terbaik.

Setelah hasil quick qount muncul dan memaksa warga jakarta untuk memilih lagi di putaran kedua. Maka, ujian bagi muslim jakarta makin terlihat jelas. Mana yang akan dipilih.... menuruti perintah Allah atau logika manusia ?

- ini pendapat pribadi ya.. kalau ada orang yang jelas performanya tidak buruk, pasti lebih dipilih ketimbang yang belum terlihat performanya. Meski punya potensi, bukti nyata lewat kinerja adalah alasan yang sangat kuat. -

wallahu 'alam....

Sabtu, 11 Februari 2017

Iman

Aku tidak bisa berhenti menagis pagi itu... Rasanya ada ribuan jarum yang aku tusukkan sendiri di dadaku. Bukan orang lain yang membuatnya kian sakit, tapi diriku sendiri. Allah, aku menyesal..

Pagi itu dingin seperti biasa, kami yang seharian kemarin sibuk dengan majelis ilmu mulai memulai hari bersama. Suasana syahdu ba'da subuh menyelimuti bacaan dzikir pagi yang kami kumandangkan bersama. "Selanjutnya, silahkan seorang ikhwan menyampaikan kultum singkat," seru MC dadakan kami selepas dzikir pagi. Tanpa ragu seorang peserta dauroh mengajukan diri, "saya hendak menyampaikan apa yang telah saya terima dari beliau Ust. Hanan, sekedar meyambung lidah. Semoga dapat diambil hikmahnya."

"Beliau pernah menyampaikan tiga kisah. Kisah pertama tentang sahabat Rasulullah yang kuat, Umar. Suatu saat ketika ia sedang berpatroli di sekitar perkampungan muslim ia mendengan seorang sahabat sedang membaca At-Thur : 7-8. 'Sungguh, azab Tuhanmu pasti terjadi. tidak sesuatu pun yang dapat menolaknya.'Seketika ia pingsan karena takut."

"Lalu kita diingatkan kembali dengan kisah Aisyah. Suatu hari Qasim hendak menemui bibinya di pagi hari. Kala itu dilihatnya Aisyah sang bibi sedang shalat dan membaca satu ayat berulang-ulang. Dalam syahdu Aisyah mengulangnya sambil menangis dan berdo'a. Karena bosan menunggu, Qasim pergi ke pasar untuk menunaikan hajatnya, Sekembalinya dari pasar ia temui sang bibi masih menangis dengan membaca ayat yang sama. At-Thur : 27."

"Kisah terakhir dialami oleh Ust. Hanan itu sendiri, ketika beliau sedang berkunjung ke Bumi Jihad Palestina. Dalam pertemuannya dengan seorang syekh, rasa penasaran membuat ia memberanikan diri untuk bertanya pada sang syekh. 'Saya pernah mendengar cerita seorang anak kanada yang berhasil menghafalkan Quran dalam sebulan di negeri ini, Apa rahasianya wahai syekh? Apakah ada metode khusus, Quantum Learning mungkin?' 'Quantum Learning... apa itu Quantum Learning? saya belum pernah mendengarnya' jawab sang syekh. 'lalu apa syekh?' 'hanya satu.... Al-Iman'. Seketika Ust. Hanan menangis."

Lalu semua pertanyaan itu kembali pada diriku sendiri...

Gimana kabar imanmu hari ini?

Jumat, 03 Februari 2017

[Jendela Buku] Kebangkitan Pos-Islamisme - Ahmad Dzakirin


Segmen khusus rangkuman buku, harapannya bisa bikin orang-orang pengen baca. Di saat yang sama juga memastikan keterserapan buku yang dibaca... insyaallah 50 buku hingga desember! 

Judul    : "Kebangkitan Pos-Islamisme : Analisis Strategi dan Kebijakan AKP Turki Memenangkan                     Pemilu"
Penulis : Ahmad Dzakirin

Nuansa politik yang kental begitu terasa dalam buku ini. Untuk kalian yang tertarik untuk mempelajari strategi yang dilakukan turki dalam membawa negaranya hinnga terpandang di mata dunia, buku ini sangat cocok untuk dipelajari. 

Dzakirin memulai ceritanya dengan menceritakan kondisi turki pasca keruntuhan kesultanan Turki Utsmani. Jumlah penduduk Republik Turki berjumlah 78 juta jiwa dengan hampir 27 persennya berumur dibawah 14 tahun. 99,8 persen penduduknya muslim dan sisanya beragama kristen dan yahudi. Tingkat melek baca di negara itu termasuk tertinggi dibanding negara islam lainnya yaitu hingga 87 persen. 

Turki dan Mustafa Kemal Pasha
Setelah berhasil merobohkan turki utsmani, Mustafa Kemal Pasha menerapkan kebijakan keras dalam memisahkan agama dari negara dan menerapkan warternisasi dalam kehidupanerma bermasyarakat. Bahasa Arab dihapuskan dan diganti dengan bahasa latin, muslimah dilarang berjilbab, ratusan masjid dan madrasah ditutup, Al-quran dan shalat dilarang menggunakan bahasa arab, dan memperkenalkan simbol nasionalisme baru turki yang berpijak pada gagasan Turanisme (Turki Kuno). Dalam menerapkan kebijakannya, Rezim Attarturk melakukan tindakan represif pada masyarakat dan lawan politik yang dianggap antikemajuan. Ribuan orang dieksekusi dan dimasukkan dalam penjara, termasuk di dalamnya tokoh pembaharu islam, Muhammad Nursi dan Ziya Gokalp. Dalam menjalankan negara, Kemal juga menggunakan koalisi antidemokrasi super rahasia berisi dinas intelejen, kepolisian, militer, dan mafia yang dikenal dengan Deep State (Derin Devlat).

Stategi Politik Sang Jendral Jenius
Negara sekuler yang menekan kebebasan beragama sudah barang tentu membuat gerah kelompok muslim mayoritas di turki. Lahirlah gerakan islamis yang tidak dapat dilepaskan dari peran Necmetin Erbakan. Ia meneruskan perjuangan gurunya, Said Nursi, dengan masuk ke ranah politik dengan membuat partai islam. Namun ketika partai bentukan nya mulai berpengaruh dalam pemilu, perjuangannya dicekal oleh kedigdayaan militer turki yang mengklaim dirinya sebagai "penjaga ideologi kemalisme". Perjuangannya sungguh tak mudah, partainya dibubarkan dia dijebloskan ke penjara hingga 5 kali berturut turut. Alasannya sama, gerakan Erbakan dituduh merusak ideologi negara 'kemalisme'. 

Lalu muncullah Erdogan, seorang pemimpin kota yang menjadi magnet turki, Istanbul. Ia lahir dari pemikiran Erbakan, maju sebagai walikota dari Partai Refah milik Sang Hoca - Guru Spiritual. Namun setelah Refah dibubarkan dengan alasan yang tidak berubah, Erdogan mulai berselisih pendapat dengan gurunya. Ia tidak menolak sekulerisme sebagaimana pemimpin partainya. AKP yang ia bentuk bukanlah partai islam seperti Refah. "Partai tidak punya agama," candanya. "AKP bukan partai agama, namun orang beriman merasa nyaman di dalamnya." Dengan menyasar pemilih pragmatis muslim, AKP berhasil memenangkan pemilu berturut-turut di 2001 hingga hari ini. Perang Erdogan dengan militer bukan berakhir, namun lebih menguntungkan dengan posisi nya yang tidak menolak sekulerisme. Hingga sejarah mencatat peristiwa heroik kegagalan kudeta militer yang belum lama terjadi.