Kamis, 28 Juli 2016

Mentor : The Caring Adult

"Dibalik kecemerlangan seseorang, selalu ada orang lain yang berdiri di sekitarnya dan memaksanya untuk menjadi lebih baik setiap harinya. itulah mentor"
- Lintasan Pikiran Mahasiswa Basa -

Beberapa waktu silam, publik sempat digemparkan dengan aksi kudeta militer turki atas Presiden Erdogan. Memang di terhitung sejak 2002, Erdogan telah menghabiskan setidaknya 14 tahun di puncak kekuasaan tempat kekhalifahan terakhir pernah berdiri itu. Meski banyak pihak yang pro-kontra dengan pemerintahannya, secara umum Erdogan terbilang berhasil mengelola negara tersebut. Di ranah ekonomi misalnya, Ia berhasil menaikkan pendapatan per kapita dari 3500 dollar/tahun menjadi 11.000 dollar/tahun. Dibalik sosok inilah terdapat sosok Sang Hoca, Necmetin Erbakan yang tidak lain adalah mentor dari Erdogan. Meski berselisih paham soal sikap politik, bisa dibilang perjuangan Erdogan adalah perpanjangan visi Sang Mentor. Begitu pula dengan Erbakan, gurunya -Said Nursi- juga memperjuangkan hal yang sama. Satu perjuangan turun-temurun inilah yang dihasilkan dari mentoring. Begitulah cara kerjanya, itulah mentor.

Cerita yang sama pun terjadi pada Menteri Penerangan kedua RI, Mohammad Natsir. Kecemerlangannya beradu kata dalam sastra bukan terlahir begitu saja. Ia ditanam, dipupuk, dan disemai dalam ketulusan gurun yang paling berpengaruh baginya : Ahmad Hassan. Ketulusan Ahmad Hassan selalu terlihat dalam pertemuan dengan murid tercintanya. Setiap kali Natsir datang ke rumah Ahmad Hassan, Sang Guru segera meninggalkan apapun yang ia kerjakan demi berdiskusi, bercakap dengan Natsir. Itulah mentor.

Belakangan metode mentoring pun cukup diminati di kalangan mahasiswa. Di ITB sendiri, unit kegiatan maupun himpunan yang memiliki mentor2 sudah terbilang banyak jumlahnya. Termasuk mentor OSKM, kaderisasi awal mahasiswa baru. Beberapa waktu lalu pun UI sempat berencana menggunakan metode serupa di agenda penerimaan mahasiswa barunya. Mahasiswa pada akhirnya merasakan, bahwa penurunan nilai luhur, pembentukan karakter sangat efektif dilakukan dengan mentoring. Sekali lagi, itulah mentor.

Begitulah sistem ini bekerja. Mentor bukan hanya menjadi guru dengan materi-materi yang harus disampaikan, Tapi juga menjadi teladan bagi peserta didiknya. Mungkin mentor lah sarana 'tempat bertanya yang harus ada jawabnya.' Tentu bukan soal mudah menjadi pribadi mentor yang baik, tapi memang seindah itu merasakan nikmatnya membina orang, mengubah bongkahan batu menjadi permata berkilauan.


Rabu, 27 Juli 2016

Refleksi : Sebuah Bayangan yang Jujur Akan Hadir dalam Cermin Ketulusan

Belakangan saya menyadari dalam episode hidup yang dikaruniakan Allah, banyak peluang-peluang yang Ia berikan dan tidak dapat saya maksimalkan. Kata orang karya besar itu muncul "When opportunity meets capability." I hanve many opportunity, but less capability.

"Istirahatnya di surga aja, lid" sederhana bener ungkapannya, tapi nyentuh banget. Sayapun mulai terbangun di tidur malam yang hening, mengurangi waktu bermesra dengan malam. Kembali merefleksikan 20 tahun yg telah dilalui dan memulai merajut kisah menjadi pribadi yang lebih baik.

Mungkin tulisan ini yang akan jadi saksi, ia akan mengatakan "kamu yang bilang hari ini kamu mau berubah." Karena layaknya kebanyakan orang, komitmen sering didengungkan tapi lupa adalah fitrah manusia. Suatu saat nanti aku akan menengok kembali tulisan sederhana ini, dan tertawa kecil karena menyadari perubahan besar itu terjadi setelah seseorang merasa gagal.

Entah kenapa saya cukup ingin menulis komitmen ini. Setelah membaca beberapa buku, berdiskusi, bergaul dengan mereka yang diatas langit. Saya memutuskan untuk melakukan beberapa hal yang mungkin cukup penting ketika seseorang hendak merubah dirinya. Ya, Menjadi Lebih Baik :

Pertama, Tentang Bagi Waktu. Sulit memang tapi "Gagal merencanakan artinya merencanakan kegagalan." bermula dari buka productivemuslim.com, saya mulai dengan membuat -dalam bahasa web tersebut- daily taskinator. Sederhananya semacam rencana agenda esok hari. saya tulis dari 5.00-24.00, karena tidur 5 jam sudah sangat lebih dari cukup. saya mulai menulis di setiap jamnya apa yg harus saya lakukan. Cukup - dan harus dicukupkan- satu kegiatan per jamnya. hasilnya terhitung di hari pertama 6 dari 19 kegitan tiap jam yang direncanakan berhasil, dan di hari berikutnya kebalikannya terjadi, 6 dari 19 rencana kegiatan tidak berhasil. Menarik sepertinya... dan saya berencana melakukannya tiap hari.

Kedua, Habbits. Memulai kebiasaan baik, atau membuang kebiasaan buruk sebenarnya bukan hal baru dalam proses perbaikan diri. Namun, beberapa waktu ini saya menemukan kesalahan fatal yang saya pribadi lakukan. Saya rasa banyak orang melakukan kesalahan yang sama dalam membangun habbits. Pertama, saya memulainya dengan sesuatu yang berat. misal : biasanya tidak rutin tilawah, tetiba ingin membiasakan tilawah 3 juz sehari. Kata Charles Duhig dalam Power of Habbits nya.. "kebiasaan itu akan berakhir ketika semangat berubah sudah padam." Maka mulailah dari kebisaan kecil, seperti kata Aa Gym. Kedua, saya memulainya dengan banyak habbits. Misal : setiap harinya saya ingin tilawah 1 juz, lari 10 menit, renang tiap 2 hari, puasa senin kamis, baca 1 buku /minggu, baca paper, and so on. Semua deretan itu akhirnya berakhir dengan tidak ada satupun yang membudaya.

Ketiga, Target dan Tujuan. Banyak metode, tools, atau buku yang membantu kita dalam menentukan tujuan dan tentunya merealisasikannya. Beberapa orang membuat daftar 100 keinginan lalu ditempel di tembok kamarnya, ada pula yang mengupayakan berbagi mimpi dengan teman-temannya. Tentu setiap orang boleh memilih caranya masing2. Saya sendiri akhirnya meilih untuk membuat rencana jangka pendek banget. Saya beri judul rencana itu "2 bulan peningkatan kapasitas diri" -memang bukan judul yg bagus- Tapi yang terjadi, setelah 1 bulan berlalu. setengah dari yang saya tulispun belum terlaksana. Akhirnya setelah dievaluasi, saya terlalu banyak menulis target. Ditambah dengan hampir semua target itu bukan seuatu yang biasa saya jalani. Maka saya ubah targetnya, dipotong sebagian dan mari kita lihat apa yang akan terjadi.

Pesan untuk pembaca : Saya minta maaf kalau tulisannya kurang enak dibaca - kebiasaan orang jawa, minta maaf sebelum dan sesudah apapun - ini juga bagian dari memulai kebiasaan menulis yg sudah direncanakan dari kapan tau. Jelek atau bagus yang penting nulis.