Senin, 24 November 2014
Kaderisasi
telah menjadi bagian penting kampus ITB. Ia adalah detak jantung yang memompa
semangat kemahasiswaan di seantero ganesha. Ia adalah sepotong episode
perjuangan kampus ini. Wajar ketika bahasan mengenai kaderisasi semestinya
menjadi topik hangat yang terus dikaji dan dipertanyakan.
Kaderisasi
terus berkembang selajan dengan zaman yang terus bergulir. Di ITB sendiri
sejarah kaderisasi bermula dari politik etis yang diterapkan koloni untuk
memberikan pribumi pendidikan di THS. Koloni belanda yang juga belajar di THS
tidak terima ketika disamakan dengan pribumi, akhirnya dibuatlah mekanisme ‘perpeloncoan’
yang bisa dibilang awal mula kaderisasi di ITB. Hal ini berlanjut dengan
mengakarnya budaya kadirisasi di kampus ganesha. Bisa dibilang pada kurun waktu
tersebut kaderisasi berupa ‘perpeloncoan’ dipakai untuk penyamarataan pribumi-kolonial.
Zaman
pun bergulir dan kaderisasi mulai menemukan wajah barunya. Tahun 1977 Mahasiswa
diwakilkan oleh DeMa (Dewan Mahasiswa) ITB menolak pengangkatan Soeharto menjadi presiden
kembali oleh MPR. Akhirnya tulisan “Kami Mahasiswa Menolak Pencalonan Soeharto
Sebagai Presiden Republik Indonesia” di depan ITB memaksa Soeharto menurunkan
pasukan untuk menyerbu ITB. Puncaknya di tahun tersebut, ITB diserbu pasukan
seroja atas perintah Soeharto dan pemimpin-pemimpin kampus seperti Heri Akhmadi
(Ketua DeMa) dan Rizal Ramli (Caretaker Ketua DeMa) dipenjara. Satu tahun ITB
dikuasai militer dan kegiatan belajar-mengajar dihentikan, mahasiswa dijemur
dan disuruh push-up dan sit-up berantai di lapangan basket. Akhirnya setelah
masa-masa sakit terlewati. Untuk normalisasi kampus Soeharto menerapkan
strategi pengawasan melalui badan koordinasi kegiatan kampus NKK/BKK yang
membatasi kegiatan masiswa. Untuk itu mahasiswa
yang memiliki otak cerdas dan pemikiran yang matang, demokratis, ilmiah harus
dibekali dengan kekuatan mental dan fisik serta memiliki kesetiakawanan,
kekompakan, kebersamaan, solidaritas dan militansi untuk memperjuangkan
kebenaran. Akhirnya dipilihlan
kekompakan dan militansi pasukan NAZI jerman serta kritisisme, militansi dan kebersamaan
kaum Komunis sebagai dasar pembentukan pribadi mahasiswa. Namun tidak melupakan
dasar kebangsaan Indonesia yang nasonalis. Ramuan ini merupakan bahan
kaderisasi yang akan digunakan untuk menyiapkan mahasiswa-mahasiswa agar
"matang'" dalam menghadapi Soeharto beserta pasukan-pasukannya. Materi
kaderisasi model ini ditanamkan dalam OSPEK-OSPEK di ITB. Singkatnya pada waktu
itu mental, fisik, dan kekompakan ditetapkan sebagai satu tujuan utama
kaderisasi untuk merobohkan hagemoni tiran Soeharto.
Hari ini Senin, 24 November 2014
zaman pun telah berubah. Dan sekali lagi kaderisasi mulai mencari wajah barunya
kembali untuk menjawab tantangan baru yang dihadapkan di depan gerbang
kemahasiswaan. Tantangan baru itu berupa persaingan antar bangsa berupa AEC
yang sudah di depan mata. Dengan adanya AEC kaderisasi mulai dituntut untuk
lebih berkonsentrasi pada penguatan sektor penunjang keprofesian. Selain itu
untuk menjawab tantangan lainnya berupa kemiskinan dan kondisi masyarakat
Indonesia menengah ke bawah, kaderisasi juga dituntut untuk juga berkonsentrasi
pada kontribusi real di kehidupan masyarakat. Sayangnya belum ada bentuk
konkrit hingga ke tataran teknis pelaksanaan yang dapat menjembatani kedua
tujuan mulia kaderisasi wajah baru ini.