Jumat, 16 Mei 2014

Saat Kita Saling Percaya

Seminggu yang lalu aku yang lugu terkecoh oleh tipuan picisan abang-abang pinggir jalan. waktu itu, malam hari sekitar jam 9. Setengah hati aku berjalan pulang dari kampus ke asramaku di Sangkuriang. Lalu, didepan pom bensin dago ada abang-abang minta tolong, katanya kehabisan duit gitu. Yaudah deh ak tolongin tuh abang-abang. e...singkat cerita habis aku pinjemin duit, si abang minta tukeran HP. Biar saling percaya gitu. 'Okelah, gk papa' pikirku. Habis sampai asrama aku baru sadar, betapa bodohnya aku tadi, mau-mau aja suruh tuker HP sama orang yang gak jelas asal usulnya. Ya udah deh, nasi telah menjadi bubur -walaupun bubur juga enak- aku ikhlasin aja tuh Hp buat si abang. Semoga aja gak digunain buat yang aneh-aneh.

Jujur aku menyesal setelah kejadian itu, bukan karena Hpku udah gk ada, justru yang kutakutin adalah sesama manusia gak saling percaya lagi. Paling ringan kita jadi pikir-pikir dulu sebelum ngasih orang, atau malah setelah jadi korban gak mau nolong orang sama sekali. Hilang deh kepercayaan sesama kita.

Aku jadi teringat kisah Abu Dzar Al-Ghifari dan seorang pembunuh yang siap dihukum mati.

Seorang pembunuh terlihat pasrah menyongsong hukuman mati yang akan menimpanya. Sebelum eksekusi, sang hakim bertanya kepada si terdakwa,
“Apakah permintaan terakhirmu?”
“Bila mungkin, aku mohon diijinkan pulang ke kampung selama 3 hari,” jawabnya dengan kepala tertunduk.
“Aku ingin pamit dan menyelesaikan amanah dan hutang yang aku pikul dengan beberapa orang,” lanjutnya.
Mendengar itu, sang hakim menarik nafas panjang dan berkata,
“Permintaanmu bisa kukabulkan, asal ada seseorang yang menjaminkan diri untukmu. Bila engkau tidak kembali, maka diri penjaminlah yang dihukum mati.”
Suasana menjadi sepi. Massa yang berkumpul di lapangan terdiam. Tidak ada seorang pun yang berani mengambil resiko tersebut.
Di tengah kebisuan, tiba-tiba maju seorang sahabat Nabi yang sangat terkenal. Ia adalah salah seorang sahabat yang dijamin masuk syurga. Abu Dzar Al-Ghifari. Ia rela menjadi penjamin si pembunuh.
Tiga hari telah berlalu. Batas akhireksekusi tinggal menunggu menit. Banyak khalayak mulai gelisah, bahkan menangis. Sebab Abu Dzar akan dieksekusi menggantikan si pembunuh.
Di tengah-tengah kekuatiran dan kesedihan tersebut, nampaklah sipembunuh dengan susah payah berlari-lari menuju tempat eksekusi.
“Maaf, aku terlambat, karena ada sedikit halangan halangan di jalan,” terangnya dengan nafas masih tersengal-sengal.
Mendengar itu, sang hakim sangat heran dan bertanya,
“Wahai terdakwa, mengapa engkau mau kembali lagi memenuhi hukumanmu?
Bukankah engkau dapat saja melarikan diri?”
“Pak Hakim, bisa saja saya melarikan diri dari hukuman ini. Namun bagaimana saya hendak lari dari hukuman Allah .” jawabnya dengan tegas.
“Yang tidak kalah pentingnya Pak Hakim, ini soal harga diri Islam dan seorang muslim. Saya tidak mau ada catatan sejarah bahwa pernah ada seorang muslim yang lari dari tanggungjawab serta mengkhianati kepercayaan orang yang telah menolongnya ,”
pungkas si pembunuh.
Belum hilang takjub sang hakim mendengar jawaban tersebut, terdengar suara dari perwakilan keluarga korban.
“Pak Hakim, tolong bebaskan si terdakwa ini. Kami telah memaafkannya,” pintamereka.
“Pak Hakim, ini soal harga diri Islam dan seorang muslim. Kami tidak ingin tercatat dalam sejarah, ada seorang muslim yang tidak memaafkan kesalahan saudaranya yang Muslim . Apalagi, dia membunuh bukan karena disengaja,” lanjut mereka.
Sang Hakim diam seribu bahasa diliputi rasa heran sekaligus haru. Ia pun kemudian memerintahkan untuk membebaskan si pembunuh. Namun sebelum sidang dibubarkan, sang hakim sempat bertanya kepada Abu Dzar.
“Wahai Abu Dzar, tolong jelaskan mengapa engkau berani mengorbankan diri untuk menjamin pembunuh ini?
Bukankah dia bukan keluargamu? Bahkan, dia tidak engkau kenal sama sekali?”
Dengan enggan Abu Dzar menjawab, “Pak hakim, ini soal harga diri Islam dan seorang Muslim. Aku tidak ingin ada catatan dalam sejarah, bahwa pernah suatu saat ada kejadian seorang muslim tidak mau menolong saudaranya yang sedang butuh pertolongan .”
Allahu Akbar..!!

https://www.facebook.com/FanpageDakwahIslam/posts/242275635871867 

Saat kita saling percaya, tak ada karang yang mampu mengahadang
Saat kita saling percaya, bukan hanya senyum yang terkembang, tapi canda dan kasih mesra
Saat kita saling percaya, padang mahsyar tak lagi terik oleh surya sejengkal
Saat kita saling percaya, saat itulah ridho Allah menyapa